Para pemilik usaha kecil di Bali mulai mengeluhkan kehadiran wisatawan dengan anggaran terbatas yang menghabiskan waktu lama di restoran dan kafe tetapi hanya memesan satu minuman. Mereka meminta pihak berwenang untuk menyaring wisatawan demi meningkatkan kualitas pariwisata di pulau tersebut.
Sejumlah pelaku usaha mengaku merugi akibat kebiasaan belanja wisatawan hemat, khususnya backpacker, sehingga beberapa di antaranya terpaksa mengusir pelanggan yang terlalu lama duduk tanpa berbelanja banyak.
“Saya menyuruh mereka keluar dari warung saya karena mereka tidak berbelanja, hanya membeli segelas es teh lalu duduk berjam-jam sambil mengobrol,” ujar Ibu Parubaya, pemilik restoran ikan di Bali, seperti dikutip oleh The Bali Sun.
“Mereka menghalangi pelanggan lain yang ingin makan di sini. Mereka seharusnya sudah terbiasa diusir karena ini adalah hal yang wajar,” tambahnya.
Keluhan lain yang muncul adalah wisatawan yang menawar harga terlalu keras kepada pedagang buah dan yang menggunakan meja restoran untuk menyantap makanan yang mereka beli dari tempat lain. Seorang perwakilan industri pariwisata menilai bahwa masalah ini bisa diatasi dengan menerapkan sistem seperti yang digunakan di Bhutan.
Menurut laporan The Bali Sun, Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali, Wayan Puspa Negara, menyatakan bahwa backpacker memang merupakan wisatawan yang sering kembali ke Bali. Namun, ia mencontohkan bahwa di Bhutan, jumlah wisatawan asing dikendalikan demi menjaga kualitas pariwisata. Cara serupa, menurutnya, bisa diterapkan di Bali untuk menyeimbangkan jumlah wisatawan dan kontribusi mereka terhadap perekonomian setempat.